tutorial dan bahan per-kuliahan

Sunday, 1 October 2017

PENGERTIAN ASKEP URETROLITHIASI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Uretrolithiasis adalah terdapatnya batu di saluran urinary (traktus urinarius). Neprolithiasis : batu yang terbentuk di paremkim ginjal. Ureterolithiasis: terbentuknya batu di ureter. Batu yang terbentuk dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan uretra dan ukurannya sangat bervariasi dari deposit granuler yang kecil yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye. Perbedaan letak batu akan berpengaruh pada keluhan penderita dan tanda/gejala yang menyertainya.


http://hidayat2.files.wordpress.com/2009/05/batu-gjnjal.jpg?w=300&h=241


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Uretrolithiasis adalah terdapatnya batu di saluran urinary (traktus urinarius). Neprolithiasis : batu yang terbentuk di paremkim ginjal. Ureterolithiasis: terbentuknya batu di ureter. Batu yang terbentuk dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan uretra dan ukurannya sangat bervariasi dari deposit granuler yang kecil yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye. Perbedaan letak batu akan berpengaruh pada keluhan penderita dan tanda/gejala yang menyertainya.

B.     Etiologi
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan pasien.
Faktor tertentu yang dapat mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi, satus urine, periode imobilitas (drainage batu yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu yaitu:
1.    Teori inti (nucleus): kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah mengalami supersaturasi.
2.    Teori matriks: matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan kemungkinan pengendapan kristal.
3.    Teori inhibitor kristalisasi: beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan kompleks.
Batu kalsium dapat diakibatkan oleh:
1.      Hiperkalsiuria abortif: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
2.      Hiperkal siuria renalis: kebocoran pada ginjal
Batu oksalat dapat disebabkan oleh:
1.      Primer autosomal resesif
2.      Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
3.       Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass jejenoikal, sindrom malabsorbsi
Batu asam urat disebabkan oleh:
1.        Makanan yang banyak mengandung purin
2.        Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
3.        Dehidrasi kronis
4.        Obat: tiazid, lazik, salisilat
Batu sturvit biasanya mengacu pada riwayat infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI kronik. Batu sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin.
Namun demikian pada banyak paisen mungkin tidak ditemukan penyebabnya. Batu di saluran kemih juga dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus dan pengobatan dengan antasida, diamox, laksatif, aspirin.

C.    Patofisiologi
Batu pada ureter umunya berasala dari abtu ginjal yang turun. pembentuka batu biasanya dimulai di kaliks dan pelvis, kemudian dpt menyebar ke ureter dan vesika urinaria. dapat juga dibentuk disaluran kemih bagian bawah. sehingga demikian, komposisinya sma dengan batu ginjal.
Batu ureter yg turun akan berhenti ditempat-tempat tertentu yg secara anatomis lebih sempit.
  1. Pada  ureteropelpik junction
  2. Setinggi  vasa Iliaka
  3. Setinggi  vas deperens
  4. Pada  saat ureter menembus dinding vesika urinaria
  5. Ureter  intramular
Batu ureter yg paling terjadi menurut lokasinya ada 2 tipe 1, 2 dan 4. Sebagian besar batu tersusunatas campuran 5 kristaloid, yaitu: kalsium, oksalat kalsium posfat, amonium - magnesium - posfat, asam urat, dan sistim. selain kristaloid, batu juga dapat mengandung matriks organik mukoprotein yang mungkin sangat penting sebagai nidus (tempat) pembentukan batu merupakan lingkungan yg cocok bagi kristalisasi substansi pembentuk batu.

D.    Manifestasi klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman.
Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus di CVA (costa vertebral angle). Hematuria dan piuria jarang. Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita kebawah mendekati kandung kemih, sedang pada pria mendekati testis. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan.
Batu ureter dapat pula tetap tinggal di ureter hanya ditemukan nyeri tekan. Nyeri letak atau tak ditemukan nyeri sama sekali dan tetep tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan hidroureter yang asimtomatik (obstruksi kronik). Tidak jarang terjadi kematian yang didahului oleh kolik. Bila obstruksi berlanjut, maka kelanjutan dari kelainan ini adalah hidronefrosis dengan atau tanpa piolonefritis sehingga menimbulkan gambaran infeksi umum.
Batu yang terjebak di vesika biasanya menyebabkan gejal iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinariun dan hematuria. Jika batu menyebabkan onstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu maka dapat terjadi sepsis.
Batu uretra biasanya berasal dari batu vesika yang terbawa saluran kemih saat miksi, tetapi tersangkut di tempat yang agak lebar. Gejala yang umum: sewaktu miksi tiba-tiba terhenti, menetes, nyeri. Penyulitnya adalah vesikal, abses, fistel proksimal dan uremia, karena obstruksi urine.



E.     Penanggulangan/penatalaksanaan
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas, sehingga bukan hanya mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai dengan penyembuhan penyakit batu atau paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan.
Indikasi pengeluaran batu saluran kemih:
-          Obstruksi jalan kemih
-          Infeksi
-           Nyeri menetap/berulang
-          Batu yang kemungkinan menyebabkan infeksi dan obstruksi
-          Batu metabolok yang tumbuh cepat.
Penanganannya berupa terapi medik dan simptomatik atau dengan bahan pelarut. Dapat pula dengan pembedahan atau pembedahan yang kurang invatif (misal: nefrostomi perkutan) atau tanpa pembedahan (misal: eswl/litotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal →menghancurkan batu di kaliks ginjal)
1.      Terapi medik/simptimatik:
a.       diberikan obat untuk melarutkan batu
b.      obat anti nyeri
c.       pemberian diuretik untuk mendorong keluarnya batu
d.      Pelarutan: batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G
e.       Litotripsi
2.      Pembedahan:
Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
a.       Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal
b.      Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektomi
c.       Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
d.       Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih
F.     PENGKAJIAN
1.      Riwayat Penyakit
                               a.            Pengkajian riwayat penyakit dahulu, pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, karena badan terasa lemas, kaki agak bengkak.
    1. Riwayat penyakit keluarga, pasien mengatakan dalam keluarga terdapat riwayat penyakit hipertensi, tidak terdapat penyakit keturunan sperti Diabetes milittus, ASMA dan Jantung
  1. Pengkajian fokus
    1. Pola fungsi kesehatan
§  Pola persepsi dan tata hidup sehat : jika ada salah satu keluarga yang sakit selalu dibawa ke puskesmas atau dokter.
§  Pola nutrisi dan metabolisme : sebelum setiap hari makan tiga kali sehari dengan porsi selalu habis, terdiri dari nasi, lauk pauk tahu atau tempe, dan sayur, pasien minum air putih kurang lebih delapan gelas sehari dengan satu gelasnya adalah 200 cc. Selama sakit makan habis setengah porsi dari diit yang diberikan oleh rumah sakit
§  Pola eliminasi : sebelum sakit buang air besar satu kali sehari pada pagi hari setelah bangun tidur, tidak ada gangguan dalam buang air besar, dengan konsistensi padat berwarna kuning, buang air kecil kurang lebih lima kali sehari dengan warna kekuningan dan berbau. Selama sakit buang air besar satu kali sehari dengan konsistensi agak padat berwarna kuning, buang air kecil kurang lebih tujuh kali sehari dengan warna kekuningan dan berbau atau sehari sebanyak kurang lebih 1300 cc.
  1. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36.2 oC, respirasi 16 x/ menit. Kepala bersih, tidak ada hematom, rambut bersih, kering tidak beruban. Leher tidak ada kaki kuduk, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Mata konjungtuva tidak anemis,sklera tidak icterik, pupil isokor. Hidung tidak ada radang, tidak ada sekret.
Mulut mukosa kering, tidak ada stomatitis, tidak ada gigi palsu, warna gigi kekuningan. Telinga simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran. Dada (paru-paru) inspeksi simetris, pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri, palpasi tidak ada nyeri tekan, vokal fremitus teraba seimbang, perkusi sonor, auskultasi vesikuler. Dada (jantung) inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis tidak teraba, perkusi batas jantung kesan tidak melebar, auskultasi bunyi jantung I – II. Abdomen inspeksi simetris, umbilicus bersih, terdapat luka pada bagian perut kanan dan kiri, masing-masing tertutup kasa kering, kurang lebih panjang luka 12 cm. Auskultasi peristaltik usus 18 x/menit, palpasi tidak ada nyeri tekan perkusi hypertimpani.
Genetalia bersih tidak terpasang cateter. Ekstremitas atas pada tangan kiri terpasang infus NS 20 tpm, pada kedua tangan tidak terdapat odem, ekstremitas bawah tidak terdapat odem. Pemeriksaan neurologis GCS ( E4, V5, M6) = skor 15, dengan ketentuan mata dapat membuka dengan spontan, verbal berorientasi, motorik dengan perintah. Kekuatan otot pada ekstremitas atas maupun bawah dengan skor 5 (kekuatan penuh).
  1. Terapi
Infus NaCl 0,9 % 20 tpm, Cefotaxim 1gr/12 jam, Metronidazole 5 mg/ml / 8 jam, Ranitidin 1 amp/8 jam, Novalgin 1 ampul/8 jam, Lasix 1 ampul/12 jam, Dulcolax supp 2 x 1.

G.    Analisa Data
NO
DATA
MASALAH
ETIOLOGI
1
Data Subyektif :
-
Data Obyektif :
- Terdapat luka pada bagian perut kanan dan kiri, masing-masing tertutup kasa kering kering, panjang luka kurang lebih 12 cm.
- Leukosit 15,6 .103/UL
Risiko tinggi infeksi
Prosedur infasiv (pembedahan)
2
Data Subyektif :
§  Pasien mengatakan nyeri pada daerah luka :
P : nyeri muncul pada saat banyak digunakan bergerak.
Q : nyeri yang dirasakan seperti terasa sengkring-sengkring.
R : nyeri terasa pada bagian daerah luka operasi.
S : nyeri pada skala 5 (sedang)
T : nyeri dirasakan sewaktu-waktu.
Dat Obyektig :
§  Klien tampak meringis kesakitan
- Vital sgn :
T : 160/100 mmHg
S : 36,2 oC
N : 80 x/menit
R : 16 x/menit
Nyeri
Agen cedera fisik : Post OP (pembedahan)
3
Data Subyektif :
- Pasien mengatakan hanya berbaring di tempat tidur
Data Obyektif :
- Pasien berada di tempat tidur
- Tingkat fungsional skor 1 ( dibantu orang lain)






Kerusakan mobilitas fisik
Pengobatan : Post OP (pembedahan)

H.    Diagnosa Keperawatan
  1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik : Post OP (pembedahan)
  2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan Prosedur infasiv (pembedahan)
  3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Pengobatan : Post OP (pembedahan)








I.       RENCANA KEPERAWATAN

No.
Dx. Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1.
1.      Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik : Post OP (pembedahan)

Tujuan:
1.     Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam diharapkan nyeri pasien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil:
1.      mengatakan rasa nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri ringan 0 – 3, pasien tidak tampak meringis.


1.  Observasi tingkat nyeri,
2.  Observasi  vilal sign,
3.   Memberikan  posisi dengan nyaman,
4.   Latih  relaksasi nafas dalam,
5.  Memberikan  lingkungan yang nyaman dan tenang, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesik.

1.     Mengkaji  tingkat nyeri pasien,
2.      Mengukur  vital sign
3.      Memberikan  terapi atau obat analgesik
4.      Melatih  relaksasi nafas
5.     Mengukur vital sign.


2.
1.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan Prosedur infasiv (pembedahan)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam diharapkan tidak ada tanda-tanda infeksi dengan
Kriteria  hasil :  vitai sign dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda peradangan (rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia), Leukosit dalam batas normal 4,5 – 11,0 .103/UL.

1.     Monitor vital sign, monitor tanda dan gejala infeksi,
2.     Berikan perawatan kulit pada daerah yang berisiko infeksi,
3.     Dorong  asupan nutrisi dan cairan yang cukup,
4.     Menjelaskan  tanda-tanda infeksi
5.     Kolaborasi  dengan medis untuk pemeriksaan darah, kultur,

6.     Laksanakan  pemberian obat antibiotik sesuai program.
1.     mengambil kultur (pus) untuk pemeriksaan laboratorium,
2.     membersihkan  luka (medikasi) pada daerah post operasi,
3.     memberikan  terapi atau obat antibiotik.

3.
1.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Pengobatan : Post OP (pembedahan)

Tujuan:
1.      diharapkan kebutuhan mobilitas atau imobilisasi fisik pasien terpenuhi
 dengan kriteria hasil : pasien mampu melakukan aktivitas fisik dan ADL, tingkat fungsional skor 0 ”nol” (mandiri)
         
1.     Mengobservasi  tingkat kekuatan otot,
2.     Mengajarkan  rentang gerak,
3.     Mengajarkan  tehnik relaksasi dengan melakukan message, perawatan kulit dan
4.     Atur   posisi tidur pasien dan rubah posisi secara teratur,
5.      Kolaborasi  dengan fisioterapi dalam terapi fisik.

1.      mengganti alat tenun (seprei) untuk memberikan kenyamanan pasien,
2.     mengajarkan rentang gerak pada ekstremitas dan untuk melakukan miring kanan dan miring kiri.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Urolithiasis adalah terdapatnya batu di saluran urinary (traktus urinarius). Neprolithiasis : batu yang terbentuk di paremkim ginjal. Ureterolithiasis: terbentuknya batu di ureter. Batu yang terbentuk dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan uretra dan ukurannya sangat bervariasi dari deposit granuler yang kecil yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye. Perbedaan letak batu akan berpengaruh pada keluhan penderita dan tanda/gejala yang menyertainya.

B.     Saran
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sempurna dan bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.













DAFTAR PUSTAKA

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,  Philadelphia, USA


No comments:

Post a Comment